Selasa, 24 November 2009

Mencintai-Mu dan mu.....

Saling mencintai karena Allah SWT memang memiliki banyak sekali keutamaan, diantaranya adalah yang terdapat dalam hadits berikut :
Dari Abu Hurairah ra dari Nabi SAW, beliau bersabda: ”Tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah SWT dalam naungan-Nya pada hari dimana tidak ada lagi naungan Allah, mereka itu adalah (1) pemimpin yang adil, (2) pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah, (3) seorang laki-laki yang hatinya digantungkan pada masjid, (4) dua orang yang saling mencintai karena Allah SWT, keduanya berkumpul dan berpisah atas dasar cinta Allah, (5) seorang lelaki yang diajak mesum oleh seorang wanita cantik dan menawan lalu ia berkata: ”sesungguhnya saya takut kepada Allah”, (6) seseorang yang bersedekah dan menyembunyikan sedekahnya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya, dan (7) seorang lelaki yang mengingat Allah dalam kesendirian maka kedua matanya mengucurkan air mata (HR Bukhari-Muslim)
Dari Abu Hurairah ra, dia berkata : ”Rasulullah SAW bersabda:’sesungguhn ya Allah SWT berfirman pada hari kiamat :’dimanakah orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Hari ini aku menaungi mereka dengan naungan-Ku, hari yang tidak ada lagi naungan kecuali naungan-Ku.” (HR. Tirmidzi)
Dari Muadz ra, dia berkata: ”Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: ’Allah SWT berfirman : ”Orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku bagi mereka adalah mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya, hingga para Nabi dan orang syahid merasa iri kepada mereka.” (HR. Tirmidzi, dia berkata: ”Hadits Hasan Shahih”)
Mencintai karena Allah SWT maksudnya adalah mencintai makhluq yang diridhai oleh Allah SWT dengan cara yang diridhai-Nya pula.

Makhluq yang diridhai oleh Allah SWT untuk dicintai itu misalnya Rasulullah SAW , para shahabat, ulama, orang tua, istri yang syah, anak-anak, fakir miskin, anak yatim dan saudara seiman. Mereka itu wajib dicintai karena mencintai mereka memang diperintahkan oleh Allah SWT. Inilah yang dimaksud dengan mencintai makhluq yang diridhai-Nya.

Sedangkan mencintai makhluq yang tidak diridhai-Nya, misalnya mencintai syetan, thoghut, berhala, tradisi jahiliyah peninggalan nenek moyang. Termasuk juga mencintai istri orang, selingkuhan atau mantan istri. Juga mencintai harta haram hasil korupsi, manipulasi, jabatan dan kedudukan. Mencintai makhluq yang tidak diridhai Allah SWT untuk mencintainya adalah cinta yang diharamkan.

Sedangkan mencintai dengan cara yang tidak diridhai Allah SWT adalah bila kita mencintai makhluq itu melebihi kecintaan kita kepada Allah SWT.
 
 
Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa , bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya . (QS. Al-Baqarah : 165)

Cinta kita kepada apapun yang halal dan diridhai Allah SWT, tidak boleh melebihi cinta kita kepada Allah SWT sendiri. Bahkan sekedar sama derajatnya pun tidak dibenarkan. Jadi cinta kepada Allah SWT itu harus lebih tinggi dan lebih kuat dari pada cinta kepada lainnya.
Seorang ulama yang sangat alim dan faqih, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah berkata di dalam kitab Al-Jawaabu liman Sa’ala ’anid Dawaa’isySyaafii : ”Cinta adalah kehidupan bagi hati dan nutrisi bagi ruh. Dengan demikian, hati tidak akan merasakan kelezatan, kenikmatan, kabahagiaan dan kehidupan kecuali dengan cinta. Seandainya hati kehilangan cinta maka deritanya akan lebih besar daripada mata yang kehilangan cahaya, telinga yang kehilangan pendengarannya, hidung yang kehilangan penciumannya, dan lidah yang kehilangan ucapannya. Bahkan petaka yang timbul karena rusaknya hatia apabila kehilangan cinta yang suci dan Tuhannya yang haq, lebih besar daripada rusaknya badan karena terpisah dari ruh. Masalah ini tidak diakui kecuali oleh orang yang merasakan kehidupan dengan cinta.”
Di dalam bukunya ”Hakadzaa Yablughu Al Hubb Bainahumaa, Daliiluka ila As-Sa’aadati Az-Zaujiyyati” (Beginilah Seharusnya Suami Istri Saling Mencintai), Al-Ustadz Fat-hi Muhammad Ath-Thahir Ghayati menjelaskan tentang tingkatan cinta sebagai berikut :
Cinta yang tertinggi, adalah cinta kepada Allah, Rasul-Nya, dan berjihad di jalan-Nya. Cinta jenis ini menduduki rangking yang paling tinggi.
Cinta yang pertengahan, adalah cinta kepada orang tua, anak-anak, saudara, kerabat, dan cinta antara pasangan suami-istri. Cinta jenis ini merupakan cinta yang mulia, bersumberkan dari perasaan yang luhur lagi penuh dengan kesetiaan dan ketulusan. Cinta ini menduduki rangking yang kedua.
Cinta yang rendah, cinta jenis ini menduduki rangking yang ketiga. Sebagai contohnya ialah seperti sikap lebih memprioritaskan kecintaan kepada keluarga, kerabat, harta dn rumah daripada kecintaan kepada Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya. Sehubungan dengan cinta yang rendah ini digambarkan oleh Allah SWT melalui firmannya :
Katakanlah: "Jika bapak-bapak , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan-Nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan-Nya" . dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS. At-Taubah : 24)
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim telah disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda : ”Masih belum sempurna iman seseorang dari kalian sebelum diriku lebih ia cintai daripada hartanya, anaknya, dan seluruh manusia.”
Ibnul Qayyim berkata dalam kitabnya Ad-Daa’u wad Dawaa’u: ”Cinta kepada wanita itu ada tiga bagian, salah satunya adalah cinta kepada wanita yang berarti ”taqarrub” (mendekatkan diri kepada Allah) dan ”thaa’at” (taat kepada Allah), yaitu cinta kepada istrinya. Cinta ini adalah cinta yang bermanfaat karena lebih mengarah pada maksud disyari’atkannya nikah oleh Allah SWT, disamping itu cinta jenis ini juga lebih bisa menahan pandangan dan hati terhadap selain istrinya. Oleh karena itu pencinta yang demikian itu terpuji dihadapan Allah dan manusia.”
Selanjutnya Ibnul Qayyim berkata, ”Bagian ketiga dari cinta adalah cinta yang diperbolehkan, seperti cinta seseorang kepada wanita yang cantik atau ia melihatnya tanpa disengaja lalu hatinya terkait padanya tetapi tidak menimbulkan maksiat. Maka orang tersebut tidak berdosa karena cintanya. Namun yang lebih baik baginya adalah menepisnya dan menyibukkan diri dengan sesuatu yang lebih berguna. Ia harus menyembunyikan, menjaga kehormatan, dan bersabar atas bencana yang menimpanya, niscaya Allah memberinya pahala dan ganti atas kesabaran serta penjagaan terhadap kehormatannya karena Allah.”
Ibnul Qayyim juga telah berkata tentang cinta, ”Cinta yang terpuji termasuk dalam cinta yang bermanfaat, yaitu cinta yang bisa membuat orang yang merasakannya melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhiratnya. Cinta seperti ini adalah pertanda kebahagiaan. Sedangkan cinta yang berbahaya adalah cinta yang membuat orang yang bersangkutan malakukan sesuatu yang berbahaya bagi kehidupan dunia dan akhiratnya dan hal ini adalah tanda kesengsaraan.”
Bukti kita mencintai karena Allah SWT antara lain disebutkan dalam hadits berikut: Sebaigamana disebutkan dalam sebuah hadits. Dari Abu Hurairah ra dia berkata: Rasulullah SAW bersabda ”Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, kamu tidak akan masuk surga sehingga kamu beriman dan kamu tidak akan beriman (secara sempurna) hingga kamu saling mencintai. Maukah kamu aku tunjukkan sesuatu, yang apabila kamu melakukannya niscaya kamu bisa saling mencintai? Yaitu sebarkanlah salam diantara kalian semua.” (HR.Muslim)
Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi SAW, bahwasanya ada seorang laki-laki mengunjungi seorang saudaranya (seagama) yang berada di desa lain. Maka Allah SWT mengutus satu malaikat yang menghadang perjalanannya. Maka ketika ia sampai kepadanya ia bertanya: ”Hendak kemana kamu?” Orang itu menjawab:”Saya menginginkan saudara saya di desa ini.” Dia bertanya lagi: ”Apakah kamu berhutang budi kepadanya sehingga sekarang kamu ingin membalas kebaikannya?” dia jawab ”Tidak, aku hanya mencintainya karena Allah SWT.” Maka dia berkata: ”Sesungguhnya aku ini adalah utusan Allah SWT kepadamu (untuk menyampaikan) bahwa Allah telah benar-benar mencintaimu sebagaimana kamu mencintainya karena-Nya.” (HR Muslim)
Dari Abu Hurairah ra dia berkata: ”Rasulullah SAW bersabda: ’Barangsiapa menjenguk orang sakit atau mengunjungi saudaranya di jalan Allah maka ia dipanggil oleh pemanggil: ’Sangat bagus kamu dan sangat baik perjalananmu dan kamu mengambil satu tempat di Surga.”  (HR. Tirmidzi, dia berkata ‘Hadits hasan dan disebagian naskah, gharib)
Dari Abu Karimah Al-Miqdad Ibn Ma’di Karib ra. Dari nabi SAW beliau bersabda: ”Apabila seseorang mancintai saudaranya (seagama) maka hendaklah memberitahukan kepadanya bahwa ia mencintainya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, ia mengatakan ‘Hadits Shahih’)
Dari Anas ra, bahwasanya ada seseorang laki-laki berada di samping Nabi SAW lalu seseorang melewatinya dan dia berkata: “Wahai Rasulullah saya sungguh mencintai orang ini. Maka Nabi berkata kepadanya: ”Apakah kamu telah memberitahukan kepadanya? Dia jawab: ”Tidak.” Beliau bersabda: ”Beritahukan kepadanya.” Maka ia segera mengejarnya, lalu berkata kepadanya, ’Aku mencintaimu karena Allah,’ maka ia menjawab: ’Semoga engkau dicintai oleh Allah yang engkau telah mencintaiku karena-Nya.” (HR Abu Daud dengan sanad shahih)
Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar